Episode kali ini, sosok Kak Artha dan Bang Lukman
sangat banyak sekali membantu. Saya merasa tidak sendiri, meskipun menginjakan
kaki dikota pempek itu untuk pertama kali. Setiap muncul hal yang meragukan,
saya selalu bertanya kepada beliau. Penuh percaya diri, saya bawa ransel biru
yang beratnya mencapat 15,5 kg - saya baru saja mengetahuinya dari petugas
bagasi. Cukup berat untuk lelaki baik hati seperti saya. Tolong jangan tanya
apa isinya. Tanya saja sama mama saya. Ada beberapa benda yang menurut saya
tidak perlu dibawa karna hanya memberatkan saja. Tapi, beliau memaksa saya. “Bawa sajalah, pasti nanti perlu”. Dan
ternyata benar sekali. Terimakasih Ma!
Termasuk soal makanan. Beliau sangat detail
sekali.
Saya pun ke loket bus menuju Palembang. Saya putuskan
untuk berangkat malam hari, sekitar pukul 21.00 wib. Berdasarkan info yang saya
dapatkan, Perjalanan dari Jambi ke Palembang memakan waktu sekitar 5-6 jam
perjalanan. Berarti, saya akan sampai disana sekitar jam 03.00 dini hari. Dan
ternyata benar sekali. Dingin, lapar dan bingung menemukan tempat untuk nge-charge handphone; itulah kesan pertama
saya menginjakan kaki dikota tersebut. Selama diperjalanan saya mencoba hubungi
teman Couchsurfer yang ada disana.
Mereka adalah Nanna dan Ginta. Saya beristirahat dikosan Ginta. Kosan sederhana
yang tersembunyi dibalik hiruk pikuk keramaian kota. Karna Ginta harus
berangkat kerja , maka dia tidak bisa menemani saya untuk mengelilingi kota
Palembang.
Tgl 06 September 2015, sekitar jam 11 siang saya
dijemput oleh Nanna dikosan nya Ginta. Dengan motor berwarna putih milik Nanna,
kitapun memulai pertualangan hari itu. Hal pertama yang ingin sekali saya liat
adalah jembatan ampera. Ternyata tidak terlalu sulit menuju kesana. sesampai
disana anda sudah tau apa yang saya lakukan, yap taking my picture. Menurut Nanna, jembatan ini akan lebih romantis
lagi kalau dilihat pada malam hari. Sayapun berniat akan kembali kesini pada
malam hari nya. Setelah puas disini, kitapun menuju Museum Sutan Badaruddin 2.
Hanya dengan membayar Rp. 5.000 per orangnya, kita sudah bisa menikmati
benda-benda bersejarah asal kota Palembang. Mulai dari baju tradisional, rumah
panggungnya, hingga peralatan rumah tangga. Semua dijelaskan dengan sangat detail oleh Nanna. Kebetulan dia lahir
dan besar di Palembang.
Azan Dzuhur pun berkumandang, kita menuju Masjid
Raya Palembang. Selesai sholat, saya pun merasa lapar. Awalnya saya ingin
sambal tradisional yang ada disini untuk menu makan siang, tapi Nanna lebih
merekomendasi Pempek paling enak yang pernah ada. Tempatnya pun nyaman dan
adem, sangat cocok untuk makanan yang tergolong pedas ini. Langsung saja saya berubah
pikiran. Kitapun berangkat menuju Rumah Pempek 1707. Benar saja, semua jenis
pempek, tekwan, rujak mie, model hingga pempek crispy ada disini. Saya pun
memesan rujak mie. Nanna lebih suka pempek ikan kesukaanya. Kita bercerita
banyak hal tentang pengalaman jalan-jalan masing-masing. lumayan nih buat referensi jalan-jalan
berikutnya. Pada akhirnya, Ginta pun menyusul kami kesini sepulangnya bekerja.
Merasa sudah cukup puas menikmati pempek, kami pun berangkat ke Jakabaring
Sport City, tempat dimana dilaksanakan Sea Games tahun 2011 lalu. Cukup
mengagumkan melihat suasana yang nyaman sekali untuk sekedar jalan-jalan sore.
Kami pun tak lupa selfie didepan stadion tersebut. What a nice day.
Entah kenapa, saya merasa masih perlu menginap satu
malam disini. Mereka (Ginta – Nanna) pun memaksa. Well, saya putuskan untuk menunda keberangkatan ke Jakarta esok
pagi. Jadi, malam ini masih bisa menikmati suasana kota. Mereka mengajak saya
mencicipi sambal tradisional kota ini. Kebetulan kita belum makan malam, maka
kita pun menuju salah satu warung nasi yang cukup terkenal didaerah ini.
Sesampai disana, saya meliahat antrian dan parkiran motor yang sangat banyak.
Menurut Ginta, tempat ini dekat dengan kampus. Jadi, pelanggan nya banyak anak
mahasiswa. Selain harganya yang sangat murah, makanan nya juga enak. Saya
memilih untuk mencicipi pindang dan sambal ayam khas Palembang. Luaarrr
biassaaa….
Tgl 07 September 2015, tepat jam 9 pagi. Adik sepupu
Kak artha (Chery) mengantar saya kebandara. Saya pikir jarak tempuh dari kos
Ginta tidak terlalu jauh menuju bandara, ternyata sempat memakan waktu sekitar
45 menit menuju kesana. dengan tergesa-gesa sayapun berusaha untuk sampai
dibandara tepat waktu. Jadwal penerbangan saya jam 10.55 wib. Faktanya pesawat
pun delay 30 menit.saya tetap
bersyukur, karna saya bisa sampai di Jakarta dengan selamat. Meskipun asap
tebal menutup awan, pesawat pun tetap diterbangkan. Sekitar jam 12.45 saya
sampai di Jakarta. Mulai tercium kebisingan kota dari sini. Dengan penuh
keyakinan saya akan terus berjalan mengejar mimpi. Bismillah…
*Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk semua yang
sudah membantu, specially thank to my
family and GOD*