Rabu, 09 September 2015

Cerita Menarik Menuju Jakarta: Get Lost in Palembang



Episode kali ini, sosok Kak Artha dan Bang Lukman sangat banyak sekali membantu. Saya merasa tidak sendiri, meskipun menginjakan kaki dikota pempek itu untuk pertama kali. Setiap muncul hal yang meragukan, saya selalu bertanya kepada beliau. Penuh percaya diri, saya bawa ransel biru yang beratnya mencapat 15,5 kg - saya baru saja mengetahuinya dari petugas bagasi. Cukup berat untuk lelaki baik hati seperti saya. Tolong jangan tanya apa isinya. Tanya saja sama mama saya. Ada beberapa benda yang menurut saya tidak perlu dibawa karna hanya memberatkan saja. Tapi, beliau memaksa saya. “Bawa sajalah, pasti nanti perlu”. Dan ternyata benar sekali. Terimakasih Ma! Termasuk soal makanan. Beliau sangat detail sekali. 




Saya pun ke loket bus menuju Palembang. Saya putuskan untuk berangkat malam hari, sekitar pukul 21.00 wib. Berdasarkan info yang saya dapatkan, Perjalanan dari Jambi ke Palembang memakan waktu sekitar 5-6 jam perjalanan. Berarti, saya akan sampai disana sekitar jam 03.00 dini hari. Dan ternyata benar sekali. Dingin, lapar dan bingung menemukan tempat untuk nge-charge handphone; itulah kesan pertama saya menginjakan kaki dikota tersebut. Selama diperjalanan saya mencoba hubungi teman Couchsurfer yang ada disana. Mereka adalah Nanna dan Ginta. Saya beristirahat dikosan Ginta. Kosan sederhana yang tersembunyi dibalik hiruk pikuk keramaian kota. Karna Ginta harus berangkat kerja , maka dia tidak bisa menemani saya untuk mengelilingi kota Palembang.

Tgl 06 September 2015, sekitar jam 11 siang saya dijemput oleh Nanna dikosan nya Ginta. Dengan motor berwarna putih milik Nanna, kitapun memulai pertualangan hari itu. Hal pertama yang ingin sekali saya liat adalah jembatan ampera. Ternyata tidak terlalu sulit menuju kesana. sesampai disana anda sudah tau apa yang saya lakukan, yap taking my picture. Menurut Nanna, jembatan ini akan lebih romantis lagi kalau dilihat pada malam hari. Sayapun berniat akan kembali kesini pada malam hari nya. Setelah puas disini, kitapun menuju Museum Sutan Badaruddin 2. Hanya dengan membayar Rp. 5.000 per orangnya, kita sudah bisa menikmati benda-benda bersejarah asal kota Palembang. Mulai dari baju tradisional, rumah panggungnya, hingga peralatan rumah tangga. Semua dijelaskan dengan sangat detail oleh Nanna. Kebetulan dia lahir dan besar di Palembang.

Azan Dzuhur pun berkumandang, kita menuju Masjid Raya Palembang. Selesai sholat, saya pun merasa lapar. Awalnya saya ingin sambal tradisional yang ada disini untuk menu makan siang, tapi Nanna lebih merekomendasi Pempek paling enak yang pernah ada. Tempatnya pun nyaman dan adem, sangat cocok untuk makanan yang tergolong pedas ini. Langsung saja saya berubah pikiran. Kitapun berangkat menuju Rumah Pempek 1707. Benar saja, semua jenis pempek, tekwan, rujak mie, model hingga pempek crispy ada disini. Saya pun memesan rujak mie. Nanna lebih suka pempek ikan kesukaanya. Kita bercerita banyak hal tentang pengalaman jalan-jalan masing-masing. lumayan nih buat referensi jalan-jalan berikutnya. Pada akhirnya, Ginta pun menyusul kami kesini sepulangnya bekerja. Merasa sudah cukup puas menikmati pempek, kami pun berangkat ke Jakabaring Sport City, tempat dimana dilaksanakan Sea Games tahun 2011 lalu. Cukup mengagumkan melihat suasana yang nyaman sekali untuk sekedar jalan-jalan sore. Kami pun tak lupa selfie didepan stadion tersebut. What a nice day. 

Entah kenapa, saya merasa masih perlu menginap satu malam disini. Mereka (Ginta – Nanna) pun memaksa. Well, saya putuskan untuk menunda keberangkatan ke Jakarta esok pagi. Jadi, malam ini masih bisa menikmati suasana kota. Mereka mengajak saya mencicipi sambal tradisional kota ini. Kebetulan kita belum makan malam, maka kita pun menuju salah satu warung nasi yang cukup terkenal didaerah ini. Sesampai disana, saya meliahat antrian dan parkiran motor yang sangat banyak. Menurut Ginta, tempat ini dekat dengan kampus. Jadi, pelanggan nya banyak anak mahasiswa. Selain harganya yang sangat murah, makanan nya juga enak. Saya memilih untuk mencicipi pindang dan sambal ayam khas Palembang. Luaarrr biassaaa….

Tgl 07 September 2015, tepat jam 9 pagi. Adik sepupu Kak artha (Chery) mengantar saya kebandara. Saya pikir jarak tempuh dari kos Ginta tidak terlalu jauh menuju bandara, ternyata sempat memakan waktu sekitar 45 menit menuju kesana. dengan tergesa-gesa sayapun berusaha untuk sampai dibandara tepat waktu. Jadwal penerbangan saya jam 10.55 wib. Faktanya pesawat pun delay 30 menit.saya tetap bersyukur, karna saya bisa sampai di Jakarta dengan selamat. Meskipun asap tebal menutup awan, pesawat pun tetap diterbangkan. Sekitar jam 12.45 saya sampai di Jakarta. Mulai tercium kebisingan kota dari sini. Dengan penuh keyakinan saya akan terus berjalan mengejar mimpi. Bismillah…

*Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk semua yang sudah membantu, specially thank to my family and GOD*

Sabtu, 05 September 2015

Cerita Menarik Menuju Jakarta: Kabut Asap dikota Jambi



Satu hal yang saya sebut ujian pendewasaan diri, ketika semua rencana yang saya buat tidak disetujui oleh Yang Maha Kuasa. Rencana yang saya susun sekitar 3 minggu yang lalu, ternyata harus direvisi kembali. Membuat rencana boleh-boleh saja, tapi kita harus percaya bahwa tanpa persetujuan Nya apapun tak kan bisa terlaksana. Saya tetap berbaik sangka. Ada yang lebih menarik dari semua itu.


Tgl 04 September 2015. Tiket pesawat menuju Jakarta sudah saya pesan melalui internet. Rencana nya saya akan berngkat kejakarta untuk memenuhi panggilan salah satu perusahaan besar di Indonesia. Saya pilih Bandara sultan taha – Jambi agar akses kesana lebih dekat dari Muara Bungo. Tiket bus ke Jambi pun sudah siap saya pesan. Berangkat jam 20.00 dari Muara Bungo sampai di bandara Jambi sekitar jam 2.30 dini hari. Kondisi bandara yang masih sepi. Saya temukan beberapa orang yang sedang tidur di Mushola, sedangkan yang lainnya ada yang tidur di kursi bahkan dilantai. Sembari menunggu flight jam 06.05, saya pun menyibuk kan diri dengan gadget.

Isu tentang kabut asap di jambi sudah saya dengar melalui sepupu sebelum berangkat kejambi. Tapi saya tidak terlalu menghiraukan isu tersebut sampai pada akhirnya saya menyaksikan sendiri kabut asap yang tebal tersebut. Ternyata benar, penerbangan saya dibatalkan dikarnakan alasan cuaca. Semua antri dibagian konter untuk reschedule dijadwal penerbangan selanjutnya. Mulai dari jam 14.00, hingga jam 18.00 untuk penerbangan terakhir. Semuanya dibatalkan dengan alasan cuaca. Sebagian penumpang tampak kesal dengan kinerja maskapai pesawat ini. Banyak yang menyayangkan atas kurang nya informasi dan ketegasan atas jadwal penerbangan yang selalu ditunda. Ada yang marah, protes bahkan mengamuk dikonter tempat antrian. Antrian yang begitu panjang. Saya pastikan selesai hingga larut malam. Untungnya saya cepat berlari ke antrian, jadi dapat barisan depan. 

Satu hal lagi yang patut saya syukuri. Teman. Yah, teman bisa kita temukan dimana saja. Salah satunya melalui komunitas. Kebetulan saya bergabung dikomunitas Couchsurfing. Komunitas ini membantu para traveler yang membutuhkan penginapan dan informasi mengenai daerah yang dia tuju. Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat diinternet.

Saya bertemu dengan bang Lukman Tanjung, beliau couchsurfer dari jambi. Jam 8 malam saya dijemput kebandara. Kesan pertama bertemu beliau, sangat welcome sekali. Beliau memiliki wawasan yang cukup luas, kemampuan bahasa Inggris yang luar biasa bagus sekali, dan juga komunikatif. Kebetulan beliau juga ada 2 orang tamu dari Rusia. Sesampai dirumahnya, saya letak kan tas ransel yang saya bawa, setelah itu, beliau pun mengajak kami untuk mengelilingi kota Jambi dimalam hari. Setelah berkeliling di Mall terbesar dikota Jambi, kami pun menikmati angin malam di Menara Genta Arasy. Kabarnya jembatan ini baru diresmikan bulan Maret 2015 kemaren. I was so lucky. Selanjutnya kita juga sempat mengunjungi museum yang ada disekitar menara, tapi sayangnya museum tutup. Perut pun terasa lapar. Bang Lukman membawa kami ketempat kuliner yang khas sekali disana. Nasi AMAK. Nasi gemuk yang dijual malam hari higga dini hari. Satu-satunya dikota Jambi. Terbukti, memang banyak sekali yang makan disana. Perut kenyang, kitapun kembali kerumah Bang Lukman dan beristirahat.

Tgl 05 September 2015, seharusnya saya berangkat ke Jakarta jam 07.40, tapi penerbangan masih belum bisa dilakukan. Kabut asap masih menebal. Setelah melakukan pertimbangan yang sangat alot dengan Mama. Kenapa Mama? Karna beliau lah yang mampu menenangkan saya dibalik ujian yang saya terima ini. Entah kenapa, setiap saya selesai berbicara dengan beliau melalui handphone, ada kekuatan yang tiba-tiba merasuki iwa dan raga. Sayapun memutuskan untuk berangkat ke Palembang. Saya dapatkan informasi bahwa Palembang bisa melakukan penerbangan ke Jakarta. Selain itu, saya juga melakukan diskusi dan pertimbangan yang sangat matang dengan Kak Arta; Beliau adalah teman dari teman saya di couchsurfing (Bang Ale). Kita bertemu pertama kali ketika sama-sama melakukan traveling ke Danau atas dan danau bawah, Solok, Sumatera Barat. Terimakasih untuk semuanya yang sudah membantu. Selanjutnya, perjalanan saya menuju kota Palembang. To be continued….

Kamis, 03 September 2015

Apa yang membuatmu tetap hidup?


  Pertanyaan ini saya jadikan kalimat pembuka dalam obrolan saya tentang kehidupan. Saya bukan lah orang yang ahli dalam menganalisa hidup. Tapi, apa yang saya rasakan juga pernah dialami oleh sebagian orang.

Dalam hidup banyak sekali tujuan yang harus dicapai. Saya mengibaratkan tujuan hidup dengan pertanyan-pertanyaan yang muncul dalam pikiran, hati dan jiwa saya. Mengapa demikian? Pertanyaan adalah hal yang dilakukan dengan proses panjang untuk mendapatkan sebuah jawaban. Begitu juga dengan hidup. Apa tujuan hidupmu? Pertanyaan demikian terdengar sepele, tapi kita akan berpikir sekian jam untuk menjawabnya dengan sungguh-sungguh.

Saya pernah menanyakan banyak hal ke diri saya sendiri, tentang masa depan yang penuh dengan misteri. Salah satunya, akan menjadi apa saya 5 tahun kedepan? Mungkin bagi kita yang punya cita-cita dari kecil akan mudah menjawab. Menjadi guru, polisi, jurnalis, bahkan presiden. Tapi semakin dewasa, kita baru menyadari bahwa hal tersebut tidaklah mudah. Maka, untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu melakukan proses panjang dimulai dari menuntut ilmu. Belajar, belajar, dan belajar.

Saya percaya, Tuhan sudah menyediakan apa yang kita impikan. Karir, rezeki, pasangan hidup atau kebahagian. Tugas kita yaitu menelusuri proses tersebut untuk mendapatkannya. Saya mengibaratkan cita-cita seperti buah mangga. Tuhan sudah menyediakan mangga manis disebuah pohon untuk hambanya. Kita perlu memanjat pohon itu untuk mendapatkanya. Tergelincir, mungkin saja. Tapi apakah kita menyerah begitu saja? Semut yang menjadi halangan, mungkin saja. Apakah kita akan berhenti? Tentu tidak…

“Mulailah untuk tidak ragu pada kemampuan diri, dunia terlalu luas untuk orang yang meragukan kata hatinya sendiri – Olix Prussiano”

Untukmu yang Tulang Rusukku Kau Ambil

Cinta, satu kata yang bisa membuat sebuah kisah paling sempurna dalam kehidupan ini. Ketika Adam dan Hawa dipertemukan, Cinta membuat merek...